Wednesday, January 19, 2011

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Ny. Wirastusrini Wirendra T, Testimoni diterima tanggal 19 Januari 2011, via email

Saya Wirastusrini, 32, panggil saja Rini atau Mamabun. Saya dinyatakan mengidap Systemic Lupus Erythematosus (SLE) sejak 8 bulan lalu setelah melahirkan anak saya yang ke dua. Saat awal sakit, saya hanya merasa tidak enak badan seperti flu, lemah, letih, baby blues, mood swing parah, pinggang dan kaki pegal. Saya pikir semua ini kondisi yang biasa bagi ibu-ibu pasca melahirkan. Saat bayi saya usia 2 bulan, sepulang liburan dari Bali, saya merasa sangat sakit. Badan, tangan, pergelangan tangan, pinggang, lutut, pergelangan kaki, jari-jari kaki, semua sakit sekali (saya pikir sudah lebih dari hanya sekadar pegal-pegal). Saya pikir hanya kelelahan saja. Pada dasarnya saya sangat memperhatikan kesehatan, boleh dibilang hanya sakit sedikit saja, saya merasa perlu ke dokter, oleh karenanya saya punya 2 dokter internis. Maka, saya pergi ke dokter internis A di RS.A. Dokter menduga saya terkena infeksi cikungunya, yang hasilnya negatif. Maka Dokter A hanya memberi vitamin dan suplemen makanan. Namun semakin hari semakin parah. Saya pergi ke Dokter internis B, di RS.B. Dokter B pun menduga saya infeksi cikungunya, dan hasilnya negatif. Hasil cek darah rutin (Hb, leukosit, dll) semua baik. Namun, aneh, semakin  hari saya semakin lemah, semua sendi semakin sakit, dan tentunya jengkel karena bingung, sakit apakah saya?. Sampai-sampai apabila hendak menyusui, suami saya yang mengangkat bayi kami.

Akhirnya saya pun berpikir untuk mencari dokter lain, karena saya pikir saya rematik. Maka, pergilah saya ke Dokter C, seorang ahli rheumatology, dan kembali diduga cikungunya (duh sumpah sebal sekali sama kata-kata ini). Dokter C hanya memberi obat anti bengkak dan parasetamol (karena beliau melihat semua sendi bengkak) dan menuliskan diagnosa polyarthritis. Pada suatu pemeriksaan yang entah ke berapa kali, saya merasa kulit kepala saya berketombe dan timbul rash (seperti alergi kosmetik) di pipi, dahi, dan hidung. Saya diduga psoriasis, dirujuk ke dokter kulit, dan ternyata bukan psoriasis. Saya pergi ke Dokter C berkali-kali, dan tetap saja, polyarthritis, karena hasil Rheumatoid factor (RF) saya positif, dugaan bertambah menjadi rheumatoid arthritis (RA). Namun, setelah lima hari  saya kembali lagi, anti-ccp negatif.

Akhirnya saya cari di google, apa itu RF dan RA. Ternyata dengan RF positif dan gejala sakit di banyak sendi, mengarah pada penyakit autoimun rheumatoid arthritis (RA). Karena saya sangat penasaran (dan saya sangat ingin tahu, sakit apakah saya ini) maka saya mencari berbagai kemungkinan yang sesuai dengan apa yang saya rasakan. Sampai saya dapat segala bentuk penyakit autoimun, SANGAT LENGKAP, sampai semua gejala dan namanya, termasuk SLE/lupus. Setelah yakin bahwa saya kena penyakit autoimun dan makin lama, saya makin sakit (sariawan di mulut, selalu lelah, letih, lesu, demam ringan, poliarthritisrash / bruntusan di muka, pusing kalau lihat matahari, ketombe, rambut sangat rontok) maka saya pergi ke Prof K, seorang Profesor ahli imunologi. Segera saya diperiksa segala macam (super mahal dan lama). Kesimpulan sang dokter : positif SLE. Dokter memberi obat corticosteroid (metil prednison) 24mg.
Prof K menyarankan pemeriksaan lebih lanjut ke Prof.C di singapura. Saat ke singapura itu, saya memakai kursi roda (karena sakit kalo jalan, cepat lelah, dan pusing). Hasilnya : masih “lupus-like” syndrome karena infeksi virus aneh dan jarang, selain itu Prof.E yakin kalau saya imunocompromised (daya tahan tubuh rendah/mudah  kena infeksi), pernah kena rubella, kena cacar air 2 kali, kena beberapa virus herpes (Herpes zooster 5 kali, herpes simplex, dan citomegalovirus), kena hepatitis A, dan kena demam berdarah. HADOH! Yang unik (menurut saya) kata sang Profesor, saya depresi dan anxiety disorder..! WHAAATT? Okay, saya membawa pulang ke jkt, obat-obatan (obat lupus meneruskan corticoteroid 24 mg, obat untuk sendi bengkak, obat anti depresan)  dan tugas membuat jurnal harian (keluhan apa yang dirasa, sampai catatan mood)
Karena belum merasa “baikan”, maka saya disarankan seorang teman ke Prof.H seorang Profesor ahli infeksi (karena menurut Prof.C saya infeksi virus). Bertambahlah obat saya menjadi 11-15 macam sekali minum..! dan tentunya karena steroid dosis lumayan banyak, saya semakin gemuk (pipi super tembam “moonface”, perut besar paha, lengan membesar “tiba-tiba’). Prof.H bingung, karena saya bolak balik kambuh, kadang super lemas, capek, dll. Berdasarkan pengamatan Prof.H, saya cepat membaik, namun cepat kumat pula. Sebagai catatan, Prof.H pun memberi saya obat antidepresan (ativan), anti jantung berdebar (propanolol), alganax, dll.

Saya sudah hafal betul bahwa odapus (orang hidup dengan lupus) harus menghindari hal-hal yang dapat membuat penyakitnya kambuh dengan :
1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
4. menghindari pemakaian obat tertentu.

Pada suatu pertemuan kontrol rutin, Prof.H memberi suatu saran yang menurut saya agak aneh. “Rini, coba deh kita cari jalan lain, gimana kalau Rini mencari informasi mengenai yoga-healing, reiki, hypnoterapy, dll, yang intinya mengelola stress, karena menurut saya, akan lebih mudah untuk remisi apabila stress dan depresi under control”. Prof.H pun menambahkan : “saya rasa, Rini perlu mengelola stress di alam bawah sadar Rini”. Prof.H sangat yakin saya bisa “remisi” (hidup tanpa obat steroid dan tanpa gejala).

Saya bingung, karena merasa tidak stress, sudah menerima dengan lapang dada kalau sakit lupus, dan menerima kalau setiap hari keluhan macam-macam. Dan sebagai informasi, saya ini manusia sangat extrovert, tampak sangat ceria sepanjang waktu, berisik (kebanyakan omong). Dan tentunya saya kan sudah diberi obat antidepresan. ANEH.

Sampai suatu hari, teman saya menyarankan pergi konsultasi ke Dokter ahli hipnoterapi, Dokter Stephanus Nurdin (Dok.Ivan). Kadang sepanjang penjelasan beliau, saya hanya “mlongo”, dan “ooohh gitu”. Namun akhirnya, ya ampuuuunn ternyata.. saya ada berbagai luka hati, sensitif, takut ini itu, stress juga, dan lain-lain. Saya jalankan apa yang Dok.Ivan sarankan. Pada suatu saat malah, saya tidur super lelap yang tidak ingat sekarang jam brapa, hari apa, lagi apa! Saya yakin ini yang disebut “gone into deep sleep”. Padahal saya sangat sulit tidur dan saya gelisah terus.

Saat ini, saya semakin baik, semakin sehat, dan keluhan secara nyata berkurang jauh. Prof.H pun sangat senang melihat perubahan drastis (hanya 1,5 bulan hipnoterapi rutin). Saya bisa jalan-jalan ke mall lagi tanpa mengeluh sakit kaki. Saya merasa semakin sehat. Obat-obatan diturunkan dosisnya, dan ada beberapa yang hanya diminum bila perlu (obat mual, obat tidur, obat migren, obat vertigo, obat sakit sendi,dll). Pola pikir saya pun berubah drastis. Saya memandang hidup lebih positif. Bahkan, penyakit-penyakit hati (seperti benci, sirik, iri, dengki, dll) HILANG..! kalaupun datang lagi, bisa hilang dengan cepat. Above ALL THESE… saya bersyukur kepada Allah dengan ikhlas. Alhamdulillah.

Pada kesempatan ini, saya sungguh berterima kasih SANGAT, pada Dokter Ivan. Saya sungguh berhutang hidup dan arti kehidupan pada Dokter Ivan. Saya yakin saya bisa remisi dan hidup normal kembali. Saking senangnya saya, saya ajak orang tua, teman, saudara, orang lain untuk melakukan hipnoterapi. Bersyukur lebih dalam, menikmati hidup, memperbaiki kualitas hidup, bebas stress, dan menyiasati “mood swing” akibat dari steroid.

Membangun sikap positif seperti bukan perkara mudah, namun saya yakin semua orang BISA. Karena, sikap seperti itulah yang diperlukan dalam menghadapi penyakit apapun, termasuk lupus. Saya yakin, SEMUA orang akan dapat menikmati hasil positif dari hipnoterapi.

Thanks Dokter Ivan.

Ny. Wirastusrini Wirendra T.
wirastusrini@gmail.com

No comments:

Post a Comment

Belajar Profesional Hypnotherapist mudah dan cepat

BASIC HYPNOTHERAPY WORKSHOP 1 hari/ 8 jam Pelatihan Belajar Komunikasi Pemberdayaan Bawah Sadar Bagi pembelajar, praktisi, Tenaga Ke...